KEPUTUSAN salah satu klub bulutangkis terbesar di Indonesia, Perkumpulan Bulutangkis (PB) Djarum menghentikan ajang Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis dalam menyaring bibit-bibit muda cukup mengejutkan dunia olahraga di Tanah Air. Pihak Djarum Foundation yang mewadahi klub asal Kudus, Jawa Tengah itu memutuskan untuk pamit pada 2020 dan audisi 2019 menjadi yang terakhir kalinya digelar.
Langkah ini diambil menyusul polemik yang terjadi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menilai ada eksploitasi terselubung yang dilakukan PB Djarum dalam audisi umum yang digelar. Lantaran, anak-anak yang mengikuti harus mengenakan kaos dengan brand “Djarum” yang diindikasikan berkorelasi dengan merek dagang rokok.
Hal ini tentu sangat disayangkan oleh seluruh pihak karena bisa memutus regenerasi atlet bulutangkis Tanah Air. Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Erick Thohir dan legenda hidup bulutangkis, Rudy Hartono pun satu suara agar duduk bersama menggelar pertemuan antara PB Djarum, KPAI, PP PBSI dan wakil pemerintah yakni Kempora. Hal guna membahas hal tersebut sampai tuntas dan menemukan jalan keluar yang terbaik dan pertemuan digelar pada Rabu (11/9/2019).
Menpora menyatakan tentunya semua pihak dirugikan apabila audisi umum beasiswa tersebut dihentikan. Ia menilai PB Djarum terlalu dini memutuskan penghentian audisi, karena masih ada waktu mendiskusikan kembali.
“Pemerintah pun juga merasa dirugikan karena kita ingin ada partisipasi tumbuh dari masyarakat. Namun bicara olahraga, tentunya tak lepas dari pembinaan. Siapa yang melakukannya, ya klub-klub olahraga ini seperti Djarum. Maka pemerintah tak bisa jalan sendiri dan perlu didukung oleh swasta yang perannya sangat besar,” ujarnya, Senin (9/9/2019)
Ia menilai kalau masalah ini tak kunjung selesai, maka akan berdampak cukup luas khususnya ke prestasi bulutangkis Indonesia. Oleh karena itu, sebagai perwakilan pemerintah, Kempora akan duduk bersama mencari solusi dan jalan tengah. Ia tak berharap audisi umum ini berhenti begitu saja.
“Masalah branding logo, tinggal didesain ulang saja dan saya yakin pasti ada jalan tengahnya. Saya minta Djarum jangan berhenti dan pertimbangkan kembali demi prestasi olahraga Indonesia,” ujarnya.
Sekretaris Kementrian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot S. Dewa Broto mengakui pemerintah belum tentu sanggup bila harus menggantikan peran PB Djarum klub asal Kudus dalam merekrut calon atlet-atlet bulutangkis berkualitas. Apalagi anggaran yang digelontorkan pihak Kemenpora sudah ada pos masing-masing.
“Kalau audisi PB Djarum ini sifatnya masif dan menelan biaya besar. Jadi kalau disuruh gantikan apa yang dilakukan Djarum, anggarannya Kempora tentunya tidak cukup. Pemerintah tentunya memiliki tanggung jawab yang lebih luas yakni harus bisa membina cabang-cabang olahraga secara adil, tak hanya berfokus pada salah satunya,” ucap dia.
Oleh karena itu, dalam proses pencarian bibit-bibit atlet berbakat, pemerintah dalam hal ini Kempora, disebutnya memang sangat membutuhkan kolaborasi dari pihak-pihak lain, termasuk swasta. Ia mencontohkan Kempora memiliki wadah pembinaan atlet muda sendiri dengan nama Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) yang tersebar di 34 provinsi Indonesia. Namun, bentuk PPLP sendiri tak terkonsentrasi pada salah satu cabang olahraga, melainkan umum.
Hal itu, secara tak langsung membuat eksposur pencarian atlet berbakat di PPLP akan lebih rendah dari apa yang dilakukan pihak swasta yang memang berkonsentrasi pada salah satu cabor saja, seperti PB Djarum, yakni bulutangkis.
“Tapi bukan berarti PPLP tak maksimal. Namun memang dana yang dimiliki PPLP itu sangat terbatas dan tak bisa apple-to-apple dengan pembinaan yang dilakukan PB Djarum. Kempora sendiri tak mungkin hanya anak emaskan cabor bulutangkis, karena nanti itu akan jadi sorotan,” sambungnya.
Lebih jauh, terkait polemik yang tengah melibatkan PB Djarum dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sikap Kempora disebut Gatot sudah jelas, yakni mendukung program pencarian bakat PB Djarum tetap bergulir.
“Jujur, pembinaan olahraga tak mungkin andalkan APBN, karena terbatas. Karena itu, kami selalu bermitra dengan dunia usaha,” pungkasnya.
Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Erick Thohir prihatin ketika terjadi perbedaan dan mencari jalan tengah kedua lembaga yang sebenarnya ingin sama-sama membangun bangsa Indonesia ini.
Diakui, di satu sisi KPAI ingin memberikan perlindungan kepada anak. Namun di sisi lain olahraga Indonesia saat ini masih sangat bergantung dari peran dunia usaha, dalam upaya membantu pembibitan atlet maupun prestasi olahraga Indonesia.
“Kami secara internal akan berdiskusi dan kemudian memanggil kedua pihak untuk duduk bersama. Karena sebenarnya, baik PB Djarum maupun KPAI memiliki tujuan yang sama ingin membangun negara kita tercinta ini. KPAI dan PB Djarum dua lembaga yang sama-sama dibutuhkan untuk bangsa Indonesia. Oleh sebab itu saya ingin kedua pihak duduk bersama sehingga mendapatkan solusi terbaik untuk bangsa kita khususnya dunia olahraga,” ujarnya.
Erick yang juga anggota Dewan Olimpiade Dunia ini menambahkan terlebih cabang olahraga bulutangkis hingga saat ini menjadi satu-satunya cabang olahraga yang mampu menyumbang medali emas bagi Indonesia di kancah Olimpiade.
“Saya ingin kita semua tidak terjebak dalam pemikiran yang berbeda tanpa adanya solusi untuk membangun bangsa Indonesia,” pungkas Erick.
Komentar Legenda
Legenda hidup bulutangkis Indonesia, Rudy Hartono, menyatakan perlu ada kompromi terhadap penyelenggaraan audisi umum Djarum beasiswa bulutangkis. Rudy yang juga merupakan Ketua Umum PB Jaya Raya tidak sejalan dengan klaim Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Semua pihak harus menanggapi perkara audisi Djarum dengan cara pandang yang lebih luas.
“Secara pribadi saya menilai klaim KPAI sangat subjektif. Janganlah terlalu mengatakan itu sebagai eksploitasi anak atau mempromosikan rokok. Berlebihan itu. Kontribusi Djarum di dunia bulutangkis justru layak diapresiasi. Pasalnya, tak semua pihak swasta mau berkontribusi secara signifikan untuk bulutangkis seperti yang dilakukan PB Djarum dan Djarum Foundation,” ungkap peraih 8 gelar juara All England Open itu.
Menurutnya, dukungan yang dilakukan sejumlah klub besar seperti PB Djarum atau PB Jaya Raya tak sekadar menjadi sponsor turnamen atau pertandingan saja, tetapi pembinaan atlet secara berjenjang. Semua pihak bisa saja punya dana besar, tetapi belum tentu fokus dan konsentrasi ke olahraga bulutangkis seperti dilakukan Djarum dan sudah banyak hasilnya. Demikian juga yang dilakukan oleh PB Jaya Raya.
“Kami PB Jaya Raya hanya membuka audisi 3 kali dalam setahun. Sedangkan Djarum bisa lebih dan digelar di banyak kota. Kami lebih banyak mengeluarkan dana untuk pembinaan beberapa pemain di klub kecil. Nanti ketika sudah matang, baru ditarik ke PB Jaya Raya. Apa yang kami lakukan jelas merupakan investasi. Dana kami tak sebesar Djarum, makanya kami pakai cara itu,” jelasnya.
Meski klub PB Jaya Raya yang dipimpinnya juga punya audisi, tetapi ia berharap Djarum tidak menghentikan audisi. Pasalnya, bagi Rudy, tidak adanya audisi Djarum juga berdampak terhadap pembinaan bulutangkis usia dini. Ia menyebutkan, penjaringan pemain berbakat memang tak selalu harus lewat audisi. Namun, dengan adanya audisi, proses pencarian bisa lebih mudah dan cepat.
“Mungkin Djarum juga nggak mau ribut-ribut, akhirnya audisi mereka hentikan. Ya kita nggak bisa apa-apa. Itu haknya Djarum untuk meneruskan atau berhenti,” ungkap Rudy.
Legenda bulutangkis Hariyanto Arbi menilai tidak mudah mencari bibit baru berbakat dan mencetak atlet-atlet kelas dunia. Menurutnya dari hasil audisilah bisa ditemukan sosok seperti Kevin Sanjaya, apalagi hal itu sudah dilakukan 13 tahun lalu.
“Kalau audisi dihentikan dikhawatirkan regenerasi menjadi tersendat dan akses anak-anak untuk mendapatkan tempaan demi menjadi atlet kelas dunia pun jadi menyempit karena mencari juara itu susah sekali. Selama ini audisi kan ke kota-kota yang potensial atlet, yang selama ini sudah banyak melahirkan juara-juara,” tutup Arbi. (*)