JAKARTA-Demo pelajar yang terjadi di sekitar Gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/9) berlangsung ricuh. Massa pedemo melakukan aksi melempar gedung wakil rakyat dan melawan aparat Polri.
Wakil Ketua Komisi X DPR Reni Marlinawati sangat menyayangkan semua itu bisa terjadi. Dia mengaku agak heran kenapa pergerakan itu seperti tidak terdeteksi dini oleh aparat. “Kegiatan itu juga terkoordinir secara masif,” kata Reni kepada JPNN, Rabu malam.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan atau PPP itu mengaku tidak tahu apakah yang menggerakkan oknum-oknum pelajar itu adalah orang dewasa. “Saya dapat informasi bahwa mereka ini tergabung dalam grup WhatsApp bernama “Hore”,” ujar Reni.
Reni menambahkan, berdasar informasi yang diperolehnya, oknum pelajar yang terlibat demonstrasi itu terdiri dari sekitar 78 sekolah tertentu, mulai tingkat SMP, SMA, SMK. “Jadi, ada cukup banyak. Saya dapat informasi lagi bahwa koordinasi mereka ini juga dilakukan melalui media sosial,” kata Reni.
Dia menegaskan harusnya ketika situasi sedang genting begini, tim siber harus betul-betul cermat melakukan patroli siber. “Jadi, itu harus jalan ya,” ujarnya.
Lebih lanjut Reni juga mengingatkan yang harus dipahami adalah mereka ini masih tergolong usia sangat remaja, atau secara psikologis masuk usia transisi. Menurutnya, karakter mereka ini masih dalam rangka mencari jati diri dan eksistensi diri sehingga memerlukan pengakuan. “Untuk itu mereka akan lakukan hal-hal yang menurut mereka bahwa mereka bisa dilihat orang,” paparnya.
Reni melanjutkan, parahnya lagi, pada usia seperti itu mereka lebih nurut kepada kelompoknya ketimbang orang tua atau gurunya. “Jadi, dalam situasi seperti ini, penanganannya itu jangan sampai pada pendekatan kekerasan karena mereka akan jauh lebih berani melawan,” jelasnya.
Reni mengingatkan bahwa keberanian anak-anak sekolah menengah atas ini jauh lebih berani dari kakaknya yang mahasiswa. Karena kalau mahasiswa, mereka masuk ke masa dewasa awal, bisa berpikir dan memisahkan mana yang benar dan salah. Mala sikap yang bisa dipertanggungjawabkan dan yang tidak. Sementara anak-anak di usia SMA ini, belum sematang itu sehingga kian disikapi dengan keras maka akan semakin melawan.
“Dalam situasi seperti ini tindakan kepada mereka jangan represif,” ujarnya.
Menurut Reni pula, seharusnya bukan hanya orang tua dan guru, tetapi mesti ada instruksi yang lebih tinggi lagi seperti dari kepala dinas bahkan gubernur. Apalagi, lanjut dia, untuk SMK itu, penanganannya sudah diserahkan kepada pemerintah provinsi. “Jadi, saran saya sebaiknya gubernur DKI dan gubernur Jawa Barar harus mengeluarkan sikap tegas. Bila perlu kadis dicopot gitu ya, kalau tidak bisa menangani. Atau kepala sekolahnya dicopot kalau tidak bisa mengendalikan anak-anaknya,” papar Reni.
Reni menambahkan, harus betul-betul bisa ditemukan, diputus, atau dideteksi jaringan komunikasi mereka. Sebab, lanjut Reni, ini akan menjadi bola saju yang kalau tidak ditangani cepat akan menggelinding terus dan membesar. “Jangan lupa bahwa mahasiswa pun katanya kalau saya baca di grup WhatsApp, informasinya akan terjadi lagi (aksi demonstrasi),” ujarnya.
Reni menegaskan persoalan ini harus cepat ditangani dengan cepat karena dikhawatirkan akan ditunggangi pihak yang tidak bertanggung jawab dan merugikan semua.
Lebih jauh Reni mengimbau agar orang dewasa di grup-grup WhatsApp, sekarang inilah waktunya untuk menjadi teladan mereka. “Artinya di grup memancing, memanasi, mengompori karena merkwa anak-anak kita semua,” paparnya. (jpnn)