BOGOR – Di tengah berlangsungnya perhelatan Asia Pacific-Cities Alliance on Tobacco Control (AP-CAT) di Kota Bogor, Rabu (25/9/2019), puluhan seniman dan budayawan yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tradisi Bogor (AMTB) menggelar aksi keprihatinan terhadap Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Nomor 8 Tahun 2018, di Tugu Kujang, Kota Bogor, Rabu (25/9).
Dalam aksinya, AMTB membawa sejumlah papan bergambar tokoh wayang yang berbentuk gugunungan (ikon pewayangan) sebagai simbol bahwa budaya itu lebih tinggi. Mereka juga membawa bermacam-macam jenis tembakau, rokok, bunga serta buah-buahan.
“Gugunungan dengan tulisan di belakangnya berupa pesan moral, kegelisahan kami atas nasib saudara-saudara kami para petani tembakau di seluruh Indonesia. Mulai dari Garut, Sumedang, Nagreg, Temanggung, Madura, Lombok, dan wilayah lainnya. Perda itu kan peraturan daerah, ya hakekatnya mengatur. Bukan menjadi melarang merokok. Ini sudah terlalu jauh,” ujar penggerak Kebudayaan, Ki Bambang Sumantri.
Menurut Ki Sumantri, tembakau adalah warisan budaya. “Tobacco as Our Legacy from our Ancestor. Warisan dari leluhur kita. Sarat dengan kearifan lokal. Tembakau juga terkait dengan hajat hidup orang banyak. ”Mulai dari petani tembakau, pelinting rokok, hingga SPG rokok,” jelasnya seraya menyebut tembakau, dan ngabako adalah bagian tak terpisahkan dari tadisi budaya seluruh suku bangsa di Nusantara.
Karenanya, melarang dan mengharamkan produk-produk hasil tembakau adalah sesuatu kebijakan yang kebablasan. “Diatur boleh. Kan namanya juga kawasan tanpa rokok. Berarti ada dong kawasan untuk bisa merokok. Coba, lebih bijak dan melihat secara menyeluruh. Moal bisa dilarang-larang mah. Diatur boleh,” tegas Ki Sumantri.
Lebih dari itu, lanjut Ki Sumantri, rokok dan tembakau adalah produk legal. Ada pajak dan cukai tembakau yang dibayarkan kepada Negara. “Konon katanya ada dana bagi hasil yang diterima kota dan kabupaten di Indonesia dari cukai tembakau. Kontribusinya untuk APBN juga signifikan. Cik atuh anu bijak buat kebijakan dan pernyataan-pernyataan teh. Ulah hayang meunang sorangan, perhatikeun aspirasi rahayat anu lainnya,” papar Ki Sumantri.
Adapun tujuan aksi teatrikal ini, lanjut Ki Sumantri adalah untuk menegaskan bahwa warga Bogor tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, dan penyusunan Perda KTR. Konsekuensinya adalah hak warga (perokok) ditiadakan, tidak ada tempat khusus untuk merokok. “Bahkan di Bogor rokok itu dihijab di mini market, tapi kondom dipajang depan kasir,” celotehnya.
Di sisi lain, Ki Sumantri juga menyebut warga sebagai konsumen sudah turut serta berkontribusi membayar pajak melalui cukai rokok (DBHCHT) yang saat ini sudah diterima dan dimanfaatkan oleh Pemkot Bogor untuk berbagai kegiatan. “Jadi jangan sembarangan main mengharamkan produk tembakau. Ingat nasib orang lain,” pesan Ki Sumantri.
AP-CAT Summit (Asia Pacific Cities Aliance for Tobaco Control and Prevention on Noncommunicable Diseases Summit) adalah pertemuan pemerintah kota-kota dan lembaga pemerintah di wilayah Asia Pasifik yang anti pada rokok serta produk hasil tembakau lainnya. *