JAKARTA-Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mempertanyakan data polisi terkait puluhan pendemo mahasiswa dan pelajar yang sudah diamankan pada aksi unjuk rasa beberapa hari terakhir di depan Gedung DPR, Jakarta.
Wakil Ketua Komnas HAM bidang internal Hairansyah mengatakan Polda Metro Jaya tidak jelas dalam memberi informasi mengenai jumlah pendemo yang sudah diamankan.
“Jadi istilahnya kondisi karena tidak jelas jadi simpang siur. Yang kami minta data ini polisi harus bikin desk informasi kepada publik, media, dan keluarga (yang diamankan),” kata Hairansyah di kantornya, kawasan Jakarta Pusat, Jumat (27/9).
Ia mengatakan harusnya polisi bisa lebih baik menjabarkan siapa saja yang diamankan, dipulangkan, atau sudah ditetapkan tersangka. Ini untuk mempermudah keluarga korban yang sampai sekarang masih mencari keluarganya karena tidak kunjung kembali.
Jika dibiarkan, kata dia, bisa muncul kecurigaan publik karena banyak informasi beredar mengenai pendemo yang hilang tanpa diketahui keberadaannya.
“Data ini tidak tersedia. Jadi data yang ada karena pihak universitas merilis mahasiswa yang hilang lalu dikonfirmasi ke Polda ada atau tidak ya. Jadi sebagian besar ada, tapi ada juga yg tidak diketahui. Apakah ditahan, tapi bisa jadi di ada di Polres Jakbar,” katanya.
Berdasar data yang diperoleh dari Polda Metro Jaya, ada 94 orang pendemo diamankan. Hasil penelusuran Komnas HAM mereka diproses di lima sub Direktorat Kriminal Umum.
Sedangkan keluhan pihak kampus dan orang tua, ada 50 nama yang belum kembali ke rumah masing-masing. Mahasiswa yang belum kembali berasal dari berbagai kampus, misalnya Insitut Kesenian Jakarta (IKJ), Universitas Islam Negeri (UIN), hingga Universitas Jenderal Ahmad Yani.
“Berdasarkan data 50 nama itu ditelusuri ke sub direktorat, 9 mahasiswa masih pendalaman, 27 orang sudah dipulangkan, dan 14 tidak ada dalam penanganan Polda Metro,” ungkap dia.
“Ini (data) padahal penting sekali, karena karena kalau tidak ditemukan di Polda Metro, lalu ada di mana. Dugaan di Polres Jakbar, tapi ini data tidak jelas. Tidak jelas info ke masyarakat, jadi bisa buat keresahan,” kata dia kemudian.
Hairansyah meminta polisi dapat memberi pelayanan kepada keluarga atau pihak kampus dengan benar. Sebab mereka yang mengaku sebagai keluarga, pihak kampus, atau kerabat selalu dipersulit untuk menemui mereka yang diamankan.
Jika tidak diperkenankan bertemu, bagi dia polisi sudah membuat sebuah kekeliruan. Meski sudah berstatus tersangka, mereka punya hak bertemu keluarga, bahkan diberi pendamping pengacara.
“Terus pelayanan bagi mereka yang cari keluarga. Termasuk menemui yang sudah jadi tersangka. Tapi kami tidak bisa akses, katanya suruh hubungi kapolda, tapi kapolda belum merespons juga,” katanya.
Catatan penting lainnya, Hairansyah mempertanyakan soal prosedural penangkapan pendemo yang kebanyakan dari kalangan mahasiswa.
“Mereka juga bukan teroris. Tapi mereka mahasiswa yang tidak bersenjata. Ada alamat dan asal kampus yang jelas. Jadi kalau mau ditangkap bisa lewat prosedur pidana biasa sebetulnya. Tapi yang terjadi kemarin banyak simpang siur misal lagi makan di luar aksi, mereka diamankan tampa surat penangkapan yang jelas. Itu menimbulkan spekulasi,” kata dia. (*)