CUPLIKAN gambar presentasi berjudul “Gagasan Rencana dan Kriteria Desain Ibu Kota Negara” itu sudah wara-wiri di timeline medsos sejak beberapa minggu lalu. Beredarnya bahkan jauh hari sebelum Jokowi mengumumkan ibu kota akan dipindah ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Dalam tangkapan layar itu, termuat desain tata kota ibu kota baru Indonesia yang dianggap resmi, karena tersemat logo resmi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Setelah tersebar di Internet, bukan luasnya yang mencapai 6.200 hektare atau monumennya yang lebih mirip lilin yang diperbincangkan warganet, melainkan unsur pentagram di bawah monumen yang identik dengan iluminati.
Desain segitiga berulang kali jadi pebincangan dan memicu perdebatan publik sebab gambar bintang di dalam lingkaran dipercaya sebagai simbol Satanisme.
Benarkah demikian?
Menurut Kepala Biro Komunikasi Publik Kemen PUPR Endra Saleh Atmawidjaja, desain Kota Pancasila disesuaikan dengan falsafah dan ideologi bangsa, yakni Pancasila. Tata letak kota di lima poros tersebut juga disesuaikan dengan setiap sila.
“Misalnya Poros Kerakyatan, nanti di situ ada gedung DPR/MPR. Lalu, Poros Ketuhanan, nanti ada masjid agung dan fasilitas ibadah lainnya,” jelas Endra, kemarin (21/8).
Dia menyatakan, sebenarnya desain tersebut sama sekali jauh dari kata final. Desain itu dipakai Kementerian PUPR dalam rapat-rapat musyawarah tentang ibu kota. “Dalam pertemuan itu kan susah menggambarkan ide tentang kota baru dengan berbagai macam konsepnya. Jadi, dibuatlah visualisasi,” katanya.
Dia menambahkan, desain itu sudah melalui kolaborasi dengan para ahli arsitektur dan tata kota. Selain konsep tata letak dengan dasar Pancasila, IKN akan mengadopsi konsep compact city, layaknya kota-kota besar seperti Manhattan dan Hongkong.
Dari tugu itu, kumpulan bangunan di kompleks kantor pemerintahan dibagi menjadi lima kompleks di lima penjuru mata angin yang ditunjuk bintang di bawah monumen. Masing-masing bernama Poros Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
“Misalnya Poros Kerakyatan (tenggara), nanti di situ ada gedung DPR/MPR,” ujar Endra kepada Jawa Pos.
Apa pun desain yang akan direalisasikan kelak, konsep Compact City (membangun kota dengan kepadatan tinggi dengan lahan seminimal mungkin) dan Smart City (berbasis internet dan teknologi) akan menjadi landasan utama pembangunan ibu kota baru selama lima tahun ke depan senilai Rp486 triliun. (*)