SUMATERA, BERITARADAR.COM – Tampilan Google Doodle pada hari ini, Kamis, 31 Agustus 2023, menawarkan sebuah gambar yang unik dan memukau yakni Danau Toba.
Gambar ini muncul sebagai penghormatan atas penetapan Danau Toba di Sumatera Utara sebagai Global Geopark UNESCO.
Pengumuman resmi penetapan Danau Toba sebagai Global Geopark UNESCO terjadi pada sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO di Paris, Prancis, pada tahun 2020.
Keputusan ini kemudian disahkan pada Konferensi Internasional UNESCO Global Geoparks ke-IV yang diselenggarakan di Lombok, Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, UNESCO secara resmi memasukkan 16 destinasi baru ke dalam daftar Global Geopark UNESCO, dengan Danau Toba menjadi salah satu yang terpilih.
Danau Toba Tampilan Google Noodle 31 Agustus 2023
Untuk memberikan gambaran, Danau Toba memiliki luas lebih dari 1.145 kilometer persegi, dengan kedalaman mencapai 450 meter. Keunikan ini menjadikan Danau Toba lebih menyerupai lautan daripada sekadar danau.
Terletak di Provinsi Sumatera Utara, dan melintasi beberapa wilayah seperti Samosir, Toba Samosir, Simalungun, Karo, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, dan Dairi, Danau Toba adalah sebuah keajaiban alam yang memukau.
Selain pesonanya sebagai tempat alam yang menakjubkan, Danau Toba juga memiliki sejumlah tempat wisata yang menarik untuk dijelajahi. Festival Danau Toba dan Geopark Danau Toba adalah beberapa di antaranya.
Namun, pesona Danau Toba tak hanya terbatas pada keindahan alamnya. Kuliner khasnya juga patut dicatat, terutama dalam hal hidangan ikan. Salah satu hidangan yang populer dikenal sebagai “Naniura,” yang bisa disamakan dengan sushi gaya Batak. Dalam hidangan ini, ikan mentah disajikan dengan bumbu dan rempah-rempah khas.
Penghargaan sebagai Global Geopark UNESCO merupakan pengakuan yang luar biasa bagi Danau Toba, tidak hanya sebagai kekayaan alam yang menakjubkan, tetapi juga sebagai bagian penting dari warisan budaya dan kuliner Indonesia.
Fakta Terbentuknya Danau Toba
Di balik cerita rakyat Danau Toba yang dikenal masyarakat Indonesia khususnya di Sumatera Utara, terdapat kisah yang mengerikan dan menggemparkan. Sekitar 74.000 tahun yang lalu, Gunung Toba meletus hebat dan hampir memusnahkan sebagian besar kehidupan manusia.
Gunung Toba berasal dari getaran bumi yang sangat dinamis. Pertemuan lempeng samudera Indo-Australia dengan sedimen menyebabkan terjadinya pergerakan ke atas lempeng benua Eurasia, tempat Pulau Sumatera berada. Proses ini terjadi dengan kecepatan hingga 7 cm per tahun.
Reaksi kedua lempeng pada kedalaman sekitar 150 km di bawah permukaan menghasilkan panas yang melelehkan batuan tersebut, yang kemudian naik menjadi magma. Semakin banyak sedimen yang tercampur, semakin besar sumber magmanya.
Magma yang terakumulasi di dalam Gunung Toba berasal dari mencairnya sedimen lapisan benua yang sangat aktif.
Penelitian kolaborasi Pusat Geosains Jerman (GFZ), Danny Hilman dari Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Fauzi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan pada tahun 2010 bahwa di bawah kawah Toba terdapat dua magma terpisah.
Kedua ruang magma ini diperkirakan memiliki total volume lebih dari 34.000 kilometer kubik, menunjukkan betapa besarnya jumlah magma yang dimuntahkan sebelumnya dari gunung ini.
Namun dampak yang terjadi di Kawah Toba bukan semata-mata akibat aktivitas magma. Bukti menunjukkan bahwa aktivitas tektonik juga memainkan peran penting. Kondisi ini membuat para ahli geologi menyebutnya sebagai “gunung berapi tektonik”.
Tabrakan kuat lempeng Indo-Australia menciptakan patahan besar yang dikenal dengan nama Sumatra Fault Zone (SFZ). Sesar ini membentang sepanjang 1.700 km sepanjang pantai dari Teluk Lampung hingga Aceh. Sebagian besar gunung berapi di Sumatera terletak pada patahan besar ini.
Istimewanya, kaldera Toba tidak terletak tepat di atas sesar besar tersebut. Namun letaknya beberapa kilometer timur laut Sesar Sumatera. Di antara sungai Barumun dan Wampu, Pegunungan Barisan yang berada di atas patahan tiba-tiba melebar dan mengalami pengangkatan dari bawah sehingga membentuk dataran tinggi yang disebut Tumor Batak.
Hal tersebut dijelaskan oleh Van Bemmelen, ahli geologi Belanda pada tahun 1939 yang pertama kali mengidentifikasi Danau Toba sebagai gunung berapi. Menurut Bemmelen, pengangkatan tumor Batak ini merupakan langkah awal terbentuknya Gunung Toba.
Saat terjadi letusan, magma meletus dari retakan pertama yang membentuk tubuh gunung. Jejak-jejak ini masih terlihat jelas di sekitar Silalahi, Haranggaol dan Tongging.
Namun, sebagian besar jejak tersebut hilang pada letusan terbaru Toba, sekitar 74.000 tahun yang lalu (Toba Tuff/YTT termuda).
Danau Toba juga terbentuk dengan pengaruh besar dari zona sesar Sumatera. Bentuk sebagian besar kawah yang memanjang dan bukannya bulat menunjukkan dampak patahan geser di daerah ini.
Tepian danau yang terpanjang, mencapai 90 km, terletak di zona sesar Sumatera, salah satu sesar teraktif di dunia. Aktivitas seluruh gunung berapi di Sumatera, termasuk Toba, dikendalikan oleh sesar ini.