Kesultanan Banjar adalah salah satu kerajaan Islam di Nusantara yang terletak di Kalimantan Selatan. Kesultanan Banjar didirikan pada 1520 M, dengan pusat pemerintahannya berada di Banjarmasin, kemudian dipindahkan ke Martapura.
Dikutip dari Buku Babon Kerajaan-Kerajaan di Nusantara, kesultanan ini ketika pertama kali berdiri mendapat pengaruh dari berbagai kebudayaan, terutama kebudayaan Suku Dayak. Pengaruh Islam sendiri datang dari Kesultanan Demak yang berbaur dengan Suku Melayu dan Banjar.
Kesultanan Banjar diketahui berasal dari kerajaan Suku Dayak kuno bernama Kerajaan Nan Sarunai. Menurut para ahli, kerajaan Nan Sarunai sudah ada sejak tahun 242 sampai 226 SM. Kerajaan Nan Sarunai bertahan sangat lama di wilayah Kalimantan, hingga akhirnya runtuh pada abad ke-14 M setelah diserang oleh kerajaan Majapahit.
Dalam Hikayat Banjar dijelaskan mengenai penyerangan tersebut, dan orang-orang Dayak menyebut keruntuhan kerajaan Nan Sarunai itu sebagai “Usak Jawa” atau “Penyerangan oleh Kerajaan Jawa”.
Setelah kerajaan Nan Sarunai runtuh, muncul kerajaan baru di wilayah Kalimantan Selatan, yaitu Kerajaan Dipa. Kerajaan ini mendapatkan pengaruh dari kerajaan Majapahit, sehingga bercorak Hindu.
Kerajaan Dipa memerintah dalam kurun waktu yang cukup singkat. Kekuasaan kerajaan Dipa berakhir pada masa pemerintahan Raden Sekar Sungsang, yang lengser pada 1448 M karena permasalahan internal kerajaan.
Setelah kerajaan Dipa runtuh, Raden Sekar Sungsang mendirikan sebuah pemerintahan baru bernama kerajaan Daha, dan menjadi raja pertama dengan gelar Maharaja Sari Kaburangan.
Pada masa pemerintahan Maharaja Pangeran Tumenggung, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Pangeran Samudera, yang diyakini sebagai pewaris sah kerajaan Daha. Dalam penyerangannya tersebut, Pangeran Samudera dibantu oleh orang-orang Melayu di tepian Sungai Barito.
Setelah berhasil mengalahkan Maharaja Pangeran Tumenggung pada 1526, kerajaan Daha pun hancur. Setelah itu berdirilah kesultanan Banjar yang bercorak Islam pertama di Kalimantan Selatan, yang dipengaruhi Kesultanan Demak.
Setelah diangkat menjadi raja pada 24 September 1526, Pangeran Samudera mendapat gelar Sultan Suryanullah. Ia lalu memilih Banjarmasin sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Banjar. Wilayah Banjarmasin pun berubah menjadi bandar perdagangan rempah-rempah di Kalimantan.
Belanda kemudian mengetahui bahwa wilayah Banjarmasin memiliki komoditi lada hitam yang bernilai tinggi di Eropa. Sehingga mereka melakukan ekspedisi pertama ke kesultanan Banjar bermaksud menjalin hubungan dagang, namun permintaan VOC tersebut ditolak.
Belanda kemudian mengirimkan ekspedisi keduanya pada 14 Februari 1606, namun kembali mendapat penolakan dari Kesultanan Banjar. Bahkan ekspedisi kali ini diwarnai dengan pertempuran dengan masyarakat Banjar, dan berakhir dengan tewasnya seluruh pasukan Belanda yang datang ke Banjarmasin.
Mengetahui hal itu, Belanda mengirimkan eskpedisinya yang ketiga pada 1612. Kali ini, Belanda memperkuat pasukannya dengan tiga buah kapal perang. Akibat dari serbuan pasukan Belanda tersebut, Sultan Mustain Billah, memindahkan pusat pemerintahan Banjar ke wilayah Martapura.
Kemudian muncul nama Pangeran Antasari sebagai penguasa Kesultanan Banjar yang memimpin rakyat melawan Belanda. Peristiwa tersebut dikenal dengan Perang Banjar, berlangsung dari tahun 1859 sampai 1905. Pangeran Antasari dinobatkan sebagai raja Banjar pada 1859 di hadapan para kepala suku Dayak dan penguasa-penguasa wilayah kesultanan Banjar.
Pangeran Antasari mendapat gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Namun Pangeran Antasari hanya memimpin kesultanan Banjar hingga tahun 1862. Pangeran Antasari dikabarkan meninggal dunia pada 11 Oktober 1862 akibat penyakit cacar.
Pangeran Antasari kemudian digantikan oleh putranya, Muhammad Seman, yang memimpin kesultanan Banjar cukup lama hingga akhirnya wafat pada 1905 ketika sedang melakukan pertempuran dengan Belanda di Sungai Manawing. Dengan wafatnya Muhammad Seman, maka berakhirlah kekuasaan kesultanan Banjar.
Belanda kemudian menghapuskan status kesultanan Banjar dan memasukkan seluruh bekas kekuasaannya ke dalam Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo di bawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.
Pada 24 Juli 2010, kesultanan Banjar, yang sebelumnya telah dihapus oleh pemerintah Belanda sejak 1905, dihidupkan kembali statusnya oleh pemerintah Indonesia. Walaupun sudah tidak memiliki kekuasaan secara politik, tetapi menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Selatan. (*)