JAKARTA – Aksi demo mahasiswa tak pelak berujung kericuhan seperti terjadi di kawasan Gelora Bung Karno Senayan Jakarta Pusat. Ini terjadi saat mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia merangsek ke gedung DPR RI Senayan, kemarin (24/9).
Aksi pun makin anarkis, oknum mahasiswa merusak pos polisi di pertigaan Hotel Mulia, Senayan, Jakarta. Tak hanya itu, massa juga merusak traffic light. Peristiwa terjadi sekira pukul 19.30 WIB.
Massa yang terus merangsek masuk ke badan jalan awalnya membakar pembatas yang lokasinya berdekatan dengan pos polisi. Aparat yang bertugas mencoba meredam sayang aksi tersebut makin menjadi-jadi setelah polisi memberikan peringatan. “Selain pos polisi, traffic light dekat pertigaan Hotel Mulia juga dirusak. Beberapa orang kabur,” ungkap salah satu pengendara kendaraan roda dua saat melintas.
Sebelum pembakaran itu terjadi, pantauan Fajar Indonesia Network (FIN) pada pukul 18.00 WIB, para peserta demo mahasiswa bergerak di Jalan Gatot Subroto dan jembatan layang Jalan Gerbang Pemuda. Polisi memukul mundur mereka menggunakan tembakan gas air mata, namun hal itu tidak menghentikan mereka untuk maju menuju Gedung DPR/MPR RI.
Kondisi tersebut membuat korps Brimob mundur ke belakang dan menyiramkan water canon untuk mengurai para demonstran. Sementara di jembatan layang Jalan gerbang Pemuda, terjadi aksi kejar-kejaran antara demonstran dengan korps Brimob. Selain itu terjadi aksi pembakaran di jalan maupun jembatan layang oleh demonstran. Tidak cukup jelas apa yang dibakar oleh mereka.
Mabes Polri mengingatkan kepada sejumlah massa demotrasi dari kalangan mahasiswa yang sedang menggelar aksi unjuk rasa, agar waspada terhadap pihak-pihak manapun yang hendak menyusup ikut ke dalam barisannya dalam rangka menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, ada kekhawatiran di tengah derasnya gelombang aksi demontrasi oleh sejumlah massa mahasiswa diberbagai daerah di Indonesia, ada pihak-pihak yang hendak menyusup dan menginginkan terjadinya kerusuhan.
“Silakan menyampaikan aspirasi secara damai. Jangan sampai momentum demo mahasiswa ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Oleh sebab itu, kitaberikan warning,” kata Dedi di Mabes Polri, kemarin (24/9).
Menurut Dedi, kordinator berkali-kali diingatkan agar memberitahu seluruh peserta unjuk rasa untuk saling mengenali teman-temannya di lapangan. Hal ini, karena atribut mahasiswa disebutnya bisa dengan mudah di beli oleh orang-orang yang ingin menyusup.
Selain itu, Dedi menegaskan, kepada massa mahasiswa yang hendak menyampaikan aspirasinya, baik di gedung DPR RI maupun di gedung-gedung DPRD lainnya agar selalu melakukannya dengan cara-cara damai.
“Jadi, mimbar mereka itu mimbar akademis, bukan mimbar anarkis. Kalau mimbar anarkis itu pasti disusupi oleh orang-orang tidak bertanggung jawab yang memang menghendaki mereka pasti akan ricuh,” terang perwira polisi bintang satu tersebut.
Sementara dari laporan yang diterima, ada enam anak-anak dilaporkan hilang saat berlangsung demo mahasiswa di kawasan gedung DPR/MPR. Seorang supir bernama Cecep Alwan menyebut enam orang anak bosnya yaitu Yusro, Tasnim, Fajar, Maya, Maryam dan Assiya hilang saat mendapat peringatan demonstran untuk menjauh dari lokasi kejadian. “Saya sudah terjebak tadi, dan ada sepertinya mahasiswa coba menolong. Tapi saya terjatuh dan anak-anak itu hilang dibawa mereka,” ujar Cecep.
Ia menjelaskan, keenam anak itu diantarkan olehnya setelah pulang sekolah. Ia tidak sengaja terjebak di kawasan itu sekitar pukul 17.00 WIB. Saat dikonfirmasi langsung kepada orang tua anak hilang, Amani, beliau membenarkan bahwa anak-anaknya hilang. “Ya, benar. Itu anak-anak saya,” ujar wanita yang mengaku tinggal di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat itu. Hingga pukul 20.00 WIB, situasi di kawasan GBK, Fly Over Senayan dan Jalan Gatot Subroto masih berlangsung bentrok antara pendemo mahasiswa dan korps Brimob.
Menanggapi peristiwa yang terjadi belakangan ini, Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago menduga ada pihak-pihak yang mengatur dengan maraknya aksi unjuk rasa agar situasi perpolitikan nasional menjadi kacau. “Saya melihat ada setting-an untuk membuat kondisi politik tidak teratur, kacau. Apabila terjadi instabilitas politik otomatis merugikan Jokowi. Targetnya adalah untuk mendelegitimasi kepemimpinan Presiden Joko Widodo,” kata Pangi.
Menurut Direktur eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini, masalah yang dihadapi oleh pemerintah begitu kompleks, sementara di sisi lain, Jokowi sendiri terkesan tidak punya sikap tegas. “Begitu kompleks masalahnya, sementara Jokowi enggak punya sikap. Mulai kabut asap, konflik Papua, RUU KPK yang sangat rentan ditunggangi kepentingan dan agenda lain yang ingin membuat kekacauan, sehingga Jokowi bisa gagal dilantik,” jelas pria asal Sumbar ini.
Hingga hari ini, aksi demonstrasi sendiri terus meluas di sejumlah wilayah. Seperti di Jogjakarta, Malang, Semarang, Bogor, Bandung, Jakarta, Makassar, Sumatera Utara dan lainnya. “Aksi ini membuat kondisi tidak stabil dan stabilitas politik terganggu. Apabila Jokowi tidak mampu mengatasi situasi semacam ini, yang sangat kompleks, bisa merusak legitimasi dan menganggu citra Jokowi,” ucap Pangi.
Adanya agenda untuk menggagalkan pelantikan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2019-2024 pada 20 Oktober 2019, dinilai Pangi bukan tidak mungkin terjadi.
Terlebih Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengakui ada yang menginginkan situasi semakin memanas sehingga pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih menjadi terganggu. “Intinya delegitimasi, ujungnya yang bisa ke arah sana (menjegal pelantikan),” kata Pangi. (mhf/fin/ful)