Massa ormas Islam tumpah ruah di Jalan Slamet Riyadi, Solo, Minggu (1/9), di acara bertajuk ‘Parade Ukhuwah’. Dengan berpakaian serba putih, mereka menyusuri jalan utama Kota Solo itu secara perlahan menuju kawasan Ngarsopuro. Acara gelaran Dewan Syariah Kota Solo (DSKS), gabungan ormas Islam di Solo, ini untuk merayakan tahun baru Islam, 1441 Hijriah.
Massa berangkat dari kawasan Kota Barat pukul 06.30 WIB. Mereka berjalan menuju ke Ngarsopuro dengan membentangkan kain sepanjang 1,5 kilometer bertuliskan tulisan Arab ‘La ilaha illallah, Muhammadur rasulullah’ yang berarti ‘tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah’.
Massa ‘Parade Ukhuwah’ membaur bersama para pengunjung hari bebas kendaraan, Solo Car Free Day, yang rutin digelar tiap Minggu pagi di Jalan Slamet Riyadi. Jalan kaki bersama itu berakhir di kawasan Ngarsopuro. Acara berlanjut dengan ceramah atau tabligh akbar oleh beberapa pembicara, termasuk penceramah muda Felix Siauw.
Di kesempatan ini, Felix berbicara soal pentingnya mempererat ukhuwah Islamiyahatau persaudaraan di antara umat Islam. ”Sebab ukhuwah dan persaudaraan itu penting. Sebab ukhuwah dan persaudaraan merupakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah,” ucap Felix dalam orasinya.
Dia juga menekankan pentingnya lafal ‘La ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah’. Sebab lafal ini diucapkan umat Islam dalam setiap ibadahnya. ”Meski bendera ini dikaitkan dengan bendera teroris, bendera organisasi masyarakat yang dibubarkan, faktanya umat Islam tidak bisa menolak kalimat ini,” ucapnya.
Bendera atau kain dengan lafal tersebut menuai polemik hingga kini. Kalimat di bendera tersebut disebut kalimat tauhid, wujud pengakuan pada keesaan Allah dan kerasulan Muhammad, yang menjadi tanda keislaman seseorang.
Pakar hukum tata negara Mahfud MD berpendapat bendera tauhid bukan merupakan bendera kelompok radikal. Hal itu disampaikan Mahfud saat menjadi pembicara dalam Halaqah Alim Ulama di Solo, Sabtu, 31 Agustus 2019.
“Saya bilang, anak saya lahir sampai umur enam bulan saya bisikin kalimat tauhid di ubun-ubunnya,” kata anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini.
Menurut Mahfud, banyak orang yang menganggap dirinya anti bendera tauhid. Bagi dia, kalimat tauhid merupakan sebuah ekspresi kecintaan kepada Tuhan dan Rasul. “Jadi itu merupakan bendera keimanan,” katanya.
Secara tegas dia menyatakan tidak anti terhadap bendera yang sering dianggap memiliki kaitan dengan kelompok radikal itu. “Kalau ada yang mengartikan (bendera) yang seperti itu radikal, ya, silahkan,” ujar Mahfud.
Lebih lanjut dia menceritakan bahwa polisi di Jakarta pernah menangkap seorang remaja yang membawa bendera merah putih yang ditambahi tulisan tauhid. Remaja itu dianggap melanggar undang-undang yang mengatur mengenai atribut negara.
“Lantas saya telepon polisinya,” kata Mahfud. Dia memberikan penjelasan bahwa soal hukum pidana harus ada mens rea atau niat jahat. “Remaja itu tidak ingin mengganti merah putih dengan bendera tauhid, tapi ingin agar merah putih itu menjiwai semangat tauhid,” katanya.
Beberapa waktu lalu, jagad media sosial Twitter, Senin, 2 September 2019, dibanjiri dua hashtag atau tagar bertema tauhid. Hal ini masih berkaitan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1441 Hijriah.
Tagar yang menghiasi jagat Twitter yaitu #BenderaTauhidMilikIslam dan #MuharramBertauhid. Kedua tagar ini menjadi trending topic di Twitter.
Hingga kini, tagar #BenderaTauhidMilikIslam meraih 50 ribu lebih cuitan atau tweets. Sedangkan, #MuharramBertauhid sebanyak 49 ribu tweets.
Sebelumnya, Twitter dibanjiri pesan dengan tagar bertema khilafah dan hijrah: #WeWantKhilafah, #KhilafahWillBeBack, #HijrahMenujuIslamKaffah, #MomentumHijrahSyariahKaffah.
Tagar yang menjadi trending topic itu disertai foto-foto dan video massa membawa bendera bertuliskan kalimat tauhid berwarna putih dan hitam.
Berikut beberapa cuitan warganet di Twitter soal dua tagar ini seperti diolah beritaradar.com