JAKARTA-Pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandez tidak melihat demonstrasi mahasiswa yang menolak RUU KUHP dan RUU lainnya tidak ada hubungan dengan upaya menjegal pelantikan presiden pada 20 Oktober 2019. Gerakan mahasiswa menolak sejumlah RUU yang dinilai kontroversial itu karena pintu aspirasi di DPR dan pemerintah tertutup.
“Artinya DPR dan pemerintah itu tidak membuka ruang yang besar bagi adanya partipasisi publik dan pembahaasan RUU. Selain itu, proses pembahasan juga tidak transparan dan tidak mendengarkan aspirasi publik,” kata Arya Fernandez kepada SP di Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Menurutnya, terlalu berlebihan bila gerakan mahasiswa dihubungkan dengan upaya penggagalan pelantikan presiden. Ia menegaskan bahwa gerakan mahasiswa dua hari ini murni suatu gerakan yang merasa resah dengan kebijakan kontroversial belakangan ini.
“Itu mungkin tendensi atau kecurigaan yang berlebihan. Bagaimana mungkin ini gerakan terjadi di banyak kota, bahkan oleh beberapa kampus yang selama ini tidak akrab dengan demonstrasi, juga turun ke jalan,” kata Arya Fernandez.
Dia melihat tuntutan mahasiswa sama yakni pembatalan revisi UU KPK dan RUU lain. “Tuduhan gerakan mahasiwa ditunggangi saya kira itu cara-cara tidak baik dan menyesatkan untuk mendelegitimasi kekuatan mahasiswa. Ini cara kotor mendelegitimasi gerakan mahasiswa,” kata Arya Fernandez.
Arya menganalisis bahwa gerakana mahasiwa tidak ada hubungannya dengan pelantikan presiden dan DPR. “Saya kira rencana pelantikan kecil disuarakan mahasiswa. Kita berharap DPR dan pemerintah mendengar aspirasi mahasiswa. Apalagi pemerintah masih bisa mengeluarkan Perppu revisi UU KPK,” kata Arya Fernandez. (*)