DOKUMEN berjudul ‘Gagasan Rencana dan Kriteria Desain Ibu Kota Negara (IKN)’, disebutkan, akan ada sejumlah fasilitas modern di ibu kota baru yang terletak di Kalimantan itu. Di antaranya, ketersediaan lapangan dan monumen Pancasila, fasilitas Moda Raya Terpadu (MRT), hingga kota berkonsep smart city.
Dari sekian banyak fasilitas itu, lapangan dan monumen Pancasila tengah menjadi sorotan warganet. Itu karena, bentuk lapangan monumen pancasila sekilas menyerupai pentagram, yang kemudian disangkutpautkan merujuk pada simbol setan.
Pentagram merupakan simbol berbentuk bintang berujung lancip yang digambar dengan lima garis lurus. Kata pentagram sendiri berasal dari bahasa Yunani pentagrammon yang bermakna “bergaris lima” atau “lima garis”.
New World Encyclopedia menyebut pentagram sebagai simbol tertua yang pernah ada dalam peradaban umat manusia. Jejaknya sudah ada di wilayah Tigris dan Eufrat, Timur Tengah, sekitar tahun 6.000 Sebelum Masehi (SM).Para sejarawan menilai, simbol pentagram untuk pertama kalinya digunakan sebagai ilmu astronomi. Tepatnya untuk menjelaskan kehadiran lima planet yang terlihat di langit malam. Yakni, Yupiter, Merkurius, Mars, Saturnus, dan Venus.
Sementara itu, di Yunani kuno, pentagram dimaknai agak berbeda. Phytagoras (580-500 SM), filsuf yang sekaligus matematikawan, melihat pentagram sebagai kesempurnaan matematis yang mengarah pada sesuatu yang disebut Golden Ratio.
Dalam jurnal berjudul Religiositas Matematika dalam Sekte Phytagorean (2015), karya Wiwit Kurniawan, disebutkan bahwa simbol pentagram Phytagoras merujuk pada ketakterhinggan kosmos. Masing-masing sudutnya menyimbolkan api, air, bumi, udara, dan jiwa, yang bergerak harmonis. Simbol tersebut bahkan menjadi ciri dari sekte yang dipimpin Phytagoras.
Dalam tradisi Kristiani, simbol pentagram pun pernah ditasirkan sebagai sesuatu yang bersifat semesta dan ilahiah. Pada abad pertengahan (476 – 1492 M), pentagram merujuk pada lima luka Yesus di tiang salib. Rob Scholte Museum dalam ‘Symbolic Meaning of The Pentagram’ mencatat simbol tersebut menghiasi arsitektur gereja-gereja di Eropa.
Dalam perjalanannya kemudian, makna pentagram sebagai yang bersifat saintifik, ilahiah dan positif itu mulai berubah menjadi tak sedap. Pentagram yang awalnya diasosiasikan sebagai penangkal keburukan diputarbalikan menjadi keburukan itu sendiri. Tepatnya menjadi simbol pemujaan setan.
Cerita tak sedap tentang pentagram sendiri dimulai pada abad ke-19. Di abad tersebut, ada kelompok olkutisme Eropa yang melawan otoritas agama dan Tuhan. Perlawanan itu, salah satunya, dilakukan dengan meruntuhkan simbol pentagram yang selama ini dipandang baik oleh masyarakat Eropa.
Menurut catatan New World Encyclopedia, pentagram yang dimaknai baik adalah yang memiliki satu sudut lancip yang menghadap ke atas. Formasi itu merepresentasikan otoritas roh atas materi. Sebaliknya, di tangan para satanis, simbol tersebut diputar dengan dua sudut lancip menghadap ke atas. Hal ini bermakna, kemenangan materi atas konsep keilahian.
Di tangan penganut okultisme itu, pentagram lalu dikombinasikan dengan Baphomet. Yakni, sosok dewa pagan yang berkepala kambing jantan bertanduk. Formasi pentagram yang telah diputar itu kemudian merepresentasikan kebangkitan kembali Baphomet.
Bersamaan dengan itu pula, gereja di Eropa mulai melupakan penggunaan pentagram. Itu karena, pentogram sudah tercemar dan diasosiasikan dengan pemujaan iblis. Memori kolektif atas citra pentagram yang buruk itulah yang terpatri hingga kini.
Dalam artikel berjudul ‘Symbols and Their Meaning’ yang diturunkan laman Cross Road, perbedaan makna pada sebuah simbol memang seringkali terjadi. Makna ganda dalam simbol agama pun tak terhindarkan.
Filsuf Prancis, Michel Foucault, memiliki sebuah elaborasi menarik dalam menyikapi perbedaan makna tersebut. Dalam Discipline and Punish (1975), ia menyebut sebuah peristiwa historis selalu berkelindan dalam permainan kebenaran (game of truths).
Dalam pengertian itu, setiap masyarakat memiliki sejarah dan cara hidupnya sendiri. Termasuk bagaimana memahami makna dan meyakini kebenaran yang berlaku pada masanya.
Erat kaitannya dengan itu, sebuah simbol yang sama memang dapat diartikan secara berbeda. Kebenaran dari sebuah makna pun bukanlah sesuatu yang stabil, melainkan bergerak dalam relung sejarah yang senantiasa berubah.
Pentagram, atau bahkan segala macam simbol di luar sana memang bisa direpresentasikan dalam arti yang beragam. Tergantung bagaimana kekuasaan mengartikulasikan simbol tersebut.
Layaknya pentagram yang pernah diterjemahkan sebagai wujud dari ilmu pengetahuan, simbol gereja, simbol satanik, dan juga simbol ibu kota baru.