JAKARTA-Dewan Pers mengecam intimidasi dan upaya menghalang-halangi peliputan yang dilakukan aparat terhadap wartawan saat aksi demo Reformasi Dikorupsi di sejumlah kota.
Dewan Pers menyebut kerja wartawan dilindungi oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Dewan Pers mengecam tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap wartawan yang meliput unjuk rasa oleh aparat keamanan selama kegiatan unjuk rasa terhadap penolakan pengesahan RKUP pada 24 September 2019 di sejumlah kota,” tulis Dewan Pers dalam rilis pers, Senin (1/10/2019) malam.
Dewan Pers menuntut Polri menindak tegas anggotanya yang menghalangi kerja wartawan. Selain itu, mereka berharap aparat tersebut diproses hukum.
Di sisi lain, Dewan Pers juga meminta wartawan segera melakukan pelaporan kepada perusahaan pers dan kepolisian. Perusahaan pers diminta untuk mendampingi wartawan korban kekerasan tersebut.
“Dewan Pers akan melakukan koordinasi bersama Polri berdasarkan MoU 2017,” tulisnya.
Perusahaan media pun didesak untuk memperhatikan keselamatan wartawannya dengan memfasilitasi perangkat keselamatan saat meliput, terutama di wilayah yang berpotensi terjadi kerusuhan.
Tiga jurnalis di Makassar, Sulawesi Selatan mengalami kekerasan oleh aparat kepolisian saat meliput demo mahasiswa di depan Gedung DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Selasa (24/9/2019) petang.
Ketiga jurnalis itu, yakni Muhammad Darwin Fathir jurnalis Antara, Saiful jurnalis Inikata.com (Sultra), dan Ishak Pasabuan jurnalis Makassar Today. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, Nurdin Amir menjelaskan kronologi pemukulan ini.
Darwin, kata Nurdin, dikeroyok oleh polisi di depan kantor DPRD Sulsel. Dia ditarik, ditendang dan dihantam menggunakan pentungan di tengah-tengah kerumunan polisi.
“Padahal dalam menjalankan tugas jurnalistiknya Darwin telah dilengkapi dengan atribut dan identitas jurnalis berupa ID Card Antara,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (24/9/2019).
AJI Makassar, kata dia, telah memiliki bukti rekaman video dan foto yang menunjukkan pemukulan aparat ke Darwin.
Menurut dia, sejumlah rekan jurnalis yang saat itu berusaha melerai tindakan kepolisian terhadap Darwin sama sekali tak diindahkan. Polisi bersenjata lengkap, lanjutnya, tetap menyeret dan memukul Darwin.
Pemukulan berhenti saat rekan-rekan jurnalis berhasil meraih Darwin dari kerumunan polisi dan dibawa menjauh. Darwin terluka di kepala dan bibir.
Sedangkan, Saiful dipukul dengan pentungan dan kepala di bagian wajahnya oleh polisi.
Penganiayaan ini, kata Nurdin, diduga dipicu polisi yang tak terima saat Saiful masih memotret polisi yang memukul mundur para demonstran dengan gas air mata dan water cannon.
“Saiful telah memperlihatkan identitas lengkapnya sebagai seorang jurnalis yang sementara menjalankan tugas jurnalistik, peliput demonstrasi. Alih-alih memahami, polisi justru dengan tetap memukul Saiful,” ungkapnya.
Saiful menderita luka lebam, di mata kiri dan kanannya akibat hantaman benda tumpul aparat. Ishak juga dilarang mengambil gambar saat polisi terlibat bentrok dengan demonstran.
Ishak, ujar Nurdin, diduga dihantam benda tumpul oleh polisi di bagian kepala. (*)