JAKARTA – Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) makin beringas. Selain menyerang warga, mereka pun melakukan pengerusakan dan pembakaran beberapa fasilitas publik. Terakhir, Honai. Rumah khas di pegunungan tengah milik Kepala Distrik Kimak, Kabupaten Puncak.
Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol CPL Eko Daryanto menjelaskan, saat ini aparat keamanan TNI-Polri tengah melakukan pengejaran terhadap LSB. Ia pun membenarkan peristiwa pembakaran tersebut. “Peristiwa pembakaran Sabtu (28/9) malam dan paginya KSB menembaki sambil teriak menyatakan siap berperang dengan TNI-Polri hingga menyebabkan warga sipil ketakutan,” ungkap Eko ketika dikonfirmasi kemarin (29/9).
Ia pun membantah jika Honai dibakar aparat keamanan karena yang membakar adalah KSB, tegas Eko Daryanto. “Tidak benar itu. Mereka (KSB, red) sengaja melakukan provokasi dan adu domba,” tandasnya.
Ketika ditanya kelompok yang menjadi pelaku pembakaran dan sejumlah aksi penembakan di Kabupaten Puncak, Eko mengatakan, dari laporan yang diterima terungkap kelompok itu dipimpin Penni Murib dan Telaga Telenggen.
Dampak dari aksi KSB, ratusan warga mengungsi ke Koramil Ilaga dan anggota masih terus bersiaga, kata Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol CPL Eko Daryanto. “Ini ulah yang kesekian kalinya mereka lakukan. Dalam seminggu terakhir KSB menembak tiga warga sipil hingga meninggal yakni dua tukang ojek yang ditembak pada Kamis (26/9) menewaskan Sattiar alias Midung dan La Ode Alwi dan Sabtu (28/9) menewaskan Syahrudin,” jelasnya.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia menuding motif Vanuatu mengangkat isu Papua ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bukan dilatari kepedulian terhadap hak asasi manusia, melainkan kepentingan negara itu mendukung gerakan separatis di Indonesia.
Diplomat Kementerian Luar Negeri Indonesia Rayyanul Sangaji dalam sesi hak pertama menjawab (1st Right of Reply) pada Sidang ke-74 Majelis Umum PBB di New York, menegaskan, Vanuatu ingin menunjukkan kesan ke dunia bahwa mereka mendukung isu HAM.Tetapi motif yang sebenarnya, negara itu mendukung agenda separatis (di Provinsi Papua Barat),” tandasnya.
Langkah provokatif Vanuatu menunjukkan dengan terang bahwa aksi separatis di Papua tidak lagi bersifat lokal karena telah didukung negara tersebut (state-sponsored separatism), kata Rayyanul.
Vanuatu merupakan tempat berdirinya gerakan separatis “United Liberation Movement for West Papua” pada 7 Desember 2014. Organisasi itu dipimpin tokoh separatis yang saat ini telah menjadi warga negara Inggris, Benny Wenda.
Dalam sesi debat umum itu, Rayyanul memperkenalkan dirinya merupakan orang asli Papua dan keturunan ras Melanesia. Ia mengatakan dukungan Vanuatu terhadap agenda separatis di Papua hanya membuat konflik di sana kian memanas.
Akibatnya, banyak warga sipil jatuh jadi korban dan sejumlah infrastruktur pun rusak akibat konflik di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. “Vanuatu tidak sadar bahwa aksinya memberikan harapan kosong, bahkan memicu konflik. Perbuatan tersebut sangat tidak bertanggung jawab,” kata Rayyanul.
Dalam kesempatan menjawab klaim Vanuatu terhadap Papua, Rayyanul turut meminta agar negara di Pasifik itu kembali membaca fakta dan catatan sejarah sebelum mendukung aksi separatis di provinsi paling timur Indonesia.
“Saya minta Vanuatu kembali membaca catatan sejarah Papua. Jika sudah, saya minta Anda sekali lagi membaca keseluruhan fakta sampai kalian mendapatkan gambaran yang jelas mengenai status Papua,” ujar Rayyanul di hadapan Majelis Umum PBB sebagaimana disaksikan melalui laman webtv.un.org.
Rayyanul menjelaskan sejak Indonesia merdeka, Papua telah menjadi kesatuan wilayah negara tersebut. Oleh karena itu, Rayyanul, wakil pemerintah Indonesia dalam sidang itu, gagal memahami sikap Vanuatu yang kerap mengangkat isu Papua serta mencampuri urusan dalam negeri Indonesia pada forum-forum dunia.
Dalam sesi itu, Rayyanul juga menerangkan pemerintah Indonesia terus berkomitmen melindungi HAM seluruh warganya, termasuk rakyat Papua. Pernyataan itu disampaikan guna mengklarifikasi klaim pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Indonesia di Papua. “Di negara demokratis seperti Indonesia, kerja pemerintah selalu diawasi rakyat, termasuk di antaranya lembaga HAM yang independen dan kredibel,” kata Rayyanul.
Diplomat kelahiran Papua itu menutup pernyataannya dengan mengatakan Indonesia dibentuk dari ragam suku dan etnis. Walaupun demikian, ia berkata, “Kita semua bersaudara”.
Sebelumnya Perdana Menteri Vanuatu Charlot Salwai Tabimasmas dalam pidatonya di hadapan 193 negara anggota PBB, Jumat, menyampaikan pelanggaran HAM terjadi di Papua. Tabimasmas juga menuntut pemerintah Indonesia untuk mendengar keinginan masyarakat Papua, termasuk keinginan mereka menentukan nasib sendiri.
Dalam pidatonya pada Sidang ke-74 Majelis Umum PBB, Vanuatu tidak hanya menuntut pemerintah Indonesia, tetapi juga PBB dan Komisi HAM Tinggi PBB (OHCHR) untuk segera bertindak soal dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.
Terpisah, Perkumpulan Tokoh Masyarakat Kabupaten Jayawijaya menyatakan komitmen dan kesiapannya untuk bersama-sama menjaga keamanan. Hal itu diungkapkan Imanuel, Kabag Umum Setda Kabupaten Jayawijaya, Wamena, Papua, kemarin (29/9).
“Kami berkomitmen bersama para tokoh masyarakat, tokoh adat, para kepala suku, paguyuban, ikatan Keluarga se-Pegunungan Tengah Papua, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan Pemerintah Kabupaten Jayawijaya untuk siap menjaga keamanan bersama,” kata Imanuel.
Tak hanya itu, komitmen tersebut juga menyatakan menolak dengan tegas segala bentuk anarkis dan kekerasan serta mendukung aparat kepolisian untuk memproses pelaku anarkis sesuai hukum yang berlaku. “Kami juga menolak dengan tegas segala bentuk anarkis dan meminta untuk diproses para pelaku sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya. Komitmen tersebut ditandatangani di Gedung DPRD Kabupaten Jayawijaya pada Sabtu, 28 September 2019 pukul 16.00 waktu setempat. (fin)