JAKARTA – Indonesia dan Malaysia tengah bersaing mengusulkan Warisan Budaya Tak Benda Pencak Silat ke Organisasi Pendidikan, keilmuan dan kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (Unesco) di 2019.
“Untuk pencak silat memang Malaysia juga mengusulkan. Cuma mereka memakai nama silat. Keduanya berbeda. Kalau pencak silat kan paduan dari pencak, yang notabene dari Jawa, sedangkan silat dari Minang,” kata Kasubdit Warisan Budaya Tak Benda Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud, Binsar Manulang, di Jakarta, Senin (7/10).
Binsar menambahkan, untuk silat sendiri sejauh ini kedua negara masih terus bersaing. Menurutnya, keputusan akan ditentukan dalam sidang Unesco, apakah silat jadi milik Indonesia atau Malaysia.
“Untuk silat belum ada surat perbaikan dari Unesco. Biasanya, baik ada perbaikan atau tidak, selalu ada surat sebelum disidangkan,” terangnya.
Selain silat, negeri jiran itu juga turut mendaftarkan seni olahkata Pantun kepada Unesco. Namun, pendaftaran itu dikembalikan Unesco karena berkas-berkas yang tidak lengkap.
“Pengajuan ini masih gagal, karena ada beberapa poin-poin di naskahnya yang perlu direvisi oleh Indonesia dan Malaysia. Makanya jadi tahun depan,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi merasa optimistis pencak silat menjadi warisan budaya Indonesia, di tengah perseteruan dengan Malaysia untuk memperebutkan pengakuan dari UNESCO.
“Sudah clear kita sudah ajukan (pencak silat) ke UNESCO. Sudah ada kesepakatan,” uajrnya.
Muhadjir mengatakan, bahwa sampai saat ini prosedur yang diajukan ke UNESCO telah memasuki tahap final. Prosedur itu mencakup kajian mendalam mengenai asal-usul, variasi, pengaruh, hingga penyebaran pencak silat.
Muhadjir semakin percaya diri, UNESCO akan menetapkan pencak silat sebagai warisan budaya Indonesia setelah berhasil menyabet 14 medali emas di perhelatan olahraga Asian Games lalu.
“Ini momentum pencak silat masuk ke Asian Games dan diajukan ke UNESCO, dan menang banyak, jadinya kita semakin percaya diri,” pungkasnya. (fin)