SURABAYA-Kepolisian Daerah Jawa Timur menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka. Pengacara hak asasi manusia dan pendamping mahasiswa Papua di Surabaya itu dianggap melakukan provokasi dan menyebarkan berita bohong di media sosial.
“Dari hasil gelar perkara tadi malam akhirnya kami menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Kepala Polda Jawa Timur, Inspektur Jenderal Luki Hermawan, saat konferensi pers, Rabu, 4 September 2019.
Luki mengatakan Veronica menyebarkan provokasi di media sosial terkait insiden di asrama mahasiswa asal Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019. Polisi memastikan Veronica memang tak ada di asrama ketika pengepungan.
Tersangka VK ini dianggap berperan sebagai penyebar berita bohong atau hoaks serta provokasi terkait dengan Papua. Hal itu dilakukannya melalui media sosial twitter dengan akun @VeronicaKoman.
Siapakah Veronica Koman?
Sosok Veronica Koman pada 2017 lalu memprovokasi massa pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan saat demonstrasi atas pemidanaan Ahok dalam kasus penistaan agama. Dalam orasi itu Veronica menyebut bahwa rezim Jokowi lebih kejam dibanding era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Veronica pun dilaporkan ke polisi.
Pelapor diketahui bernama Kan Hiung aliar Mr Kan. Laporan dilayangkan Kan tercatat dalam Nomor: TBL/2314/V/2017/PMJ/Dit.Reskrimum. Ini dikarenakan isi orasi Veronica saat demo dukung pembebasan Ahok di Rutan Cipinang, Selasa pekan ini. Dalam orasi itu Veronica menyebut bahwa rezim Jokowi lebih kejam dibanding era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Saya datang ke Polda Metro Jaya bersama kuasa hukum. Pak Ferry Juan dan bersama teman saya, Bu Ivone. Kami datang ke Polda untuk memberikan laporan bahwa Veronica Koeman ini dalam orasinya di depan Rutan Cipinang, 9 Mei 2019 sudah terindikasi kuat menghina rezim pemerintahan Jokowi dan rezim pemerintahan Pak SBY,” kata Kan .
Kan menyebut, Veronica bukan hanya menghina Jokowi. Dalam orasinya itu juga menyebut bahwa era SBY juga kejam. Sehingga, bagi Kan, Veronica menyebut dua era pemerintahan tersebut tidak baik.
Mendagri Tjahjo Kumolo pun saat itu geram. Tjahjo akan meminta klarifikasi dari Veronica karena orasinya dianggap memfitnah Presiden Jokowi.
“Kalau dia mau datang, saya terima. Sesama warga negara boleh-boleh saja (berbincang). Dia harus menjelaskan apa maksudnya saat menyampaikan orasi itu,” ujarnya.
Tjahjo menegaskan, ada prosedur sebelum melaporkan Veronica kepada kepolisian. Yang bersangkutan diminta menyampaikan maaf dan memberikan klarifikasi atas pernyataannya.
“Membela Ahok itu boleh. Tetapi, soal putusan pengadilan kok yang disalahkan Jokowi,” katanya.
Vero merupakan perempuan kelahiran Medan. Dia meraih gelar sarjana hukum dari kampus swasta kenamaan di Jakarta. Vero memang aktif dalam dunia aktivis. Bahkan dia merupakan pengacara publik yang kerap berhubungan dengan isu-isu Papua.
Ia pernah tercatat sebagai pengacara publik di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Ia bekerja sebagai pengacara yang mengadvokasi isu minoritas dan kelompok rentan, pencari suaka hingga aktivis Papua. Di media, ia kini biasa disebut sebagai pengacara HAM.
Pada tahun 2016, Veronica pernah tergabung dalam tim kuasa hukum yang mengajukan sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat (KIP) untuk mendesak pemerintah membuka dokumen laporan Tim Pencari Fakta kasus Munir, aktivis HAM yang dibunuh pada dekade 2000-an.
Terkait isu Papua, namanya sudah muncul dalam beberapa tahun terakhir. Selain kerap bersuara keras di media soal pelanggaran HAM di Papua, Veronica sering jadi advokat yang mendampingi aktivis Papua yang berurusan dengan penegak hukum, sejak beberapa tahun lalu.
Misalnya, pada akhir 2015, atas nama LBH Jakarta, ia sudah pernah mendampingi dua mahasiswa Papua yang menjadi tersangka karena terlibat kericuhan dengan polisi saat demonstrasi menuntut kebebasan berekspresi di Jakarta. Aktivitasnya membela aktivis Papua itu berlanjut hingga kini.
Ia pun menjadi salah satu dari puluhan pengacara dalam pengajuan uji materi pasal-pasal makar di KUHP ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2017. Para pengacara itu mewakili sejumlah pemohon asal Papua.
Belakangan, Veronica tergabung dalam tim kuasa hukum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang membela sejumlah aktivis organisasi itu saat menjalani proses hukum karena kasus makar. Tim kuasa hukum itu sempat menggugat Kapolres Mimika secara perdata dengan nilai Rp1 miliar terkait kasus ‘pendudukan’ sekretariat KNPB di Timika oleh polisi, akhir 2018 lalu.
Saat pemerintah RI memblokir internet di Papua pada 23 Agustus 2019, Veronica bersama Jeniffer Robinson (advokat Inggris) menyurati Pelapor Khusus PBB David Kaye dan Komisi Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR). Keduanya mengingatkan pemblokiran itu mempersulit jurnalis dan aktivis HAM memantau situasi dan kekerasan di Papua.
Usai penetapannya jadi tersangka, Veronica pun masih sempat mengunggah beberapa info terkini soal situasi Papua lewat akun twitternya. Salah satunya soal penahanan 20 warga di Merauke. (*)