JAKARTA-Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku menemukan, bukti rekening yang menampung dana untuk aksi demo para pelajar yang melawan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi dan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) di gedung DPR RI, Senayan pada Rabu (25/9) di Jakarta.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, aksi demo para pelajar kemarin, Rabu (25/9) sebagai bentuk eksploitasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Di medsos, kami menemukan adanya rekening yang menampung dana, ini justru yang harus didalami oleh penegak hukum,” kata Retno, di Jakarta, Kamis (26/9)
Dari temuan tersebut, KPAI mengeluarkan pernyataan untuk aparat kepolisian agar menindaklanjuti pelajar yang ikut-ikutan berdemo di jalan.
Retno juga meminta, aparat kepolisian menghentikan tindakan kererasan dalam penanganan demonstrasi yang dilakukan para pelajar, yang menurut temuan lembaga hanya menjadi korban eksploitasi oknum tidak bertanggung jawab.
“KPAI meminta aparat untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menangani aksi anak-anak. Karena anak-anak ini sebagaian besar hanya ikut-ikutan dan diduga kuat korban eksploitasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” terangnya.
Selain itu, KPAI meminta tim cyber Polri dan Kemenkominfo melacak para penyebar undangan aksi pelajar ke DPR, karena mereka harus dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.
“Pengeksploitasi anak-anak ini harus dihukum seberat-beratnya sesuai peraturan perundangan atas dugaan mengeksploitasi anak, dan telah membahayakan keselamatan mereka. Negara harus hadir melindungi anak-anak Indonesia,” tuturnya.
Untuk anak-anak yang diamankan di Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Barat, KPAI meminta pihak kepolisan menangani dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
“Kami meminta polisi menangani anak-anak pelajar ini sesuai ketentuan UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA),” ucapnya.
Menyusul peristiwa tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengimbau pemerintah daerah (Pemda) dan satuan pendidikan agar melarang pelajar ikut berdemo.
“Kami meminta Pemda dan Satuan pendidik, untuk menghindarkan mereka dari keikutsertaan atau pelibatan terhadap peristiwa yang mengandung unsur kekerasan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) Kemendikbud, Ade Erlangga.
Ade juga menghimbau kepada orang tua, agar turut serta mencegah peserta didik dari perbuatan anarkis, dan mengganggu ketertiban umum.
Imbauan ini mengacu kepada Permendikbud Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan, pasal 8, yang mengatur pelibatan keluarga untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan.
“Pelibatan keluarga tersebut meliputi mencegah peserta didik dari perbuatan yang melanggar peraturan Satuan Pendidikan dan/atau yang menganggu ketertiban umum dan mencegah terjadinya tindak anarkis dan/atau perkelahian yang melibatkan pelajar,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait mengatakan, Disdik dan sekolah harus memberikan sanksi tegas kepada siswa yang ikut berdemo.
Sesuai ketentuan Pasal 81 dan pasal 54 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak setiap orang dilarang menyuruh, mendorong dan membiarkan terjadinya kekerasan serta melibatkan anak untuk kegiatan dan aksi politik.
“Membiarkan dan menyuruh anak untuk melakukan tindak kekerasan, vandalisme, pengerusakan fasilitas umum serya pelibatan dan eksploitasi anak dalam kegiatan politik dapat diancamkan kurungan penjara 5 tahun,” kata Arist.
Arist juga meminta Pemda DKI Jakarta, untuk menindak tegas kepala sekolah atau guru yang dengan sengaja membiarkan peserta didiknya terlibat dalam aksi kekerasan dan vadalisme di tengah-tengah aksi unjuk rasa mahaiswa di depan gedung DPR/MPR RI.
“Berikan sanksi berupa penonaktifan dari pekerjaan sebagai Kepsek atau guru dan Kepala Dinas Pendidikan harus segera bertanggung jawab,” tegasnya.
Diketahui, aksi demonstrasi terjadi di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia dalam tiga hari terakhir, yakni Senin (23/9), Selasa (24/9) dan Rabu ini di gedung-gedung legislatif untuk menuntut pembatalan RUU KUHP dan UU KPK.
Akibat aksi demonstrasi di Jakarta pada Rabu siang oleh siswa SMK hingga malam hari yang berujung ricuh, ruas jalan Gatot Soebroto, jalan tol Dalam Kota, beberapa ruas jalan lainnya dan operasional di stasiun terdekat yakni Palmerah terganggu.(fin)