JAKARTA- Wartawan Media Nasional NTV Amelinda Zaneta mengalami pengalaman intimidasi oleh aparat kepolisian saat meliput aksi demonstrasi mahasiswa di sekitar Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9) malam.
Pasalnya, Amel, saat mencoba meliput demo mahasiswa tersebut, HP yang digunakan untuk mendapatkan informasi dirampas dan dihancurkan oleh oknum polisi yang tak bertanggungjawab.
Amel pun menceritakan kronologi singkat pada saat kejadian nahas tersebut.
“Kejadiannya pada saat saya di dalam GBK (Gelora Bung Karno). Pada saat itu terdengar teriakan mahasiswa yang meminta tolong kepada rekan-rekannya karena ada mahasiswa yang ditangkap oleh polisi. Setelah itu, mahasiswa berusaha memanjat pagar untuk menyelamatkan temannya dari tangkapan polisi,” kata Amel kepada media, Jakarta, Rabu (25/9).
“Sontak melihat dan mendengar teriakan mahasiswa itu, saya menghampiri mahasiswa tersebut dan saya bilang ‘kamu gak usah manjat pager, saya wartawan, biar saya saja yang ngecek’. Akhirnya saya yang manjat pager, dan gak lama kemudian saya dihampiri polisi. Dan terjadilah perampasan HP saya, dan langsung dihancurin yang tersisa hanya kepingan-kepingan nya aja,” imbuh Amel.
Tak hanya itu, memory dan simcard pun dibawa oleh oknum polisi yang mengintimidasi Amel tersebut. Ia sangat menyayangkan tindakan refresif dari aparat kepolisian yang tidak menanyakan terlebih dahulu apakah Amel ini pendemo atau wartawan yang sedang meliput.
Sebagai Informasi, dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dijelaskan bahwa bagi siapa saja yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputannya, maka si pelaku dapat dikenakan hukuman selama 2 tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak sebesar Rp500 juta.
Sebab, Dalam pasal 4 undang-undang pers menjamin kemerdekaan pers, dan pers nasional memiliki hak mencari, memperoleh dan menyebar luaskan gagasan dan informasi. (rmol)