SALAH satu cuplikan di video berbagai YouTube, sejarawan Betawi, Ridwan Saidi memaparkan bahwa Raden Fatah merupakan seorang Yahudi.
“Raden Fatah itu Yahudi bar-bar. Ini panjang ceritanya, bermula dari kemenangan ottoman merebut konstantinopel pada 1453 masehi,” ujar dia, Rabu (4/9).
Menurut dia, pernyataan Raden Fatah yang merupakan Yahudi bar-bar itu ada di dalam buku Ferdinand Mendespito. Menurut Babe sapaan akrabnya, buku berbentuk laporan perang tersebut menceritakan perang Pasuruan melawan pasukan Yahudi. “Jadi itu bukan buku karangan, tapi laporan perang,” ujar mantan anggota DPR periode 1977-1987 itu.
Lebih lanjut dia memaparkan, ketika Islam Ottoman menguasai Konstantinopel, perdagangan Yahudi hancur karena dikuasai juga oleh Islam. Hingga akhirnya pihak katolik, dalam hal ini kerajaan Portugal memikirkan sebuah cara untuk menghindari keributan antara Islam melawan Yahudi terkait perdagangan internasional tersebut.
“Itu berdasar kesaksian Ferdinand Mendespito, dia yang ditugaskan oleh raja Portugal untuk menguntit pergerakan pasukan Yahudi,” ujar lulusan Fisip UI itu.
Dia menegaskan, Pate atau Raden Fatah itu merupakan orang yang sama dan ada di periode yang sama juga. Menurut dia, dalam buku karangan Ferdinand tersebut, juga jelas terpampang namanya.
“Bukan ridwan saidi yang bilang, saya kan belum dilahirkan tahun itu dan itu bukan karangan, laporan perang,” kata dia dengan aksen Betawi yang kental.
Peneliti genealogi intelektual ulama Betawi, Kepala Divisi Pengkajian dan Pendidikan Jakarta Islamic Centre (JIC), Rakhmad Zailani Kiki, dalam tulisannya berjudul Genealogi dan Polemik Raden Fatahillah, Fatahillah adalah nasab seorang syarif Hadhramaut. Bentuk jamak syarif adalah asyraf. Orang Betawi menyebutnya habib, jamaknya habaib. Penyebutan dari Betawi ini (habib atau habaib) kemudian lebih populer di Indonesia dari pada syarif, sayyid atau maulana.
Jika Fatahillah seorang syarif Hadhramaut (keturunan Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa), lalu bagaimana nasabnya? Dalam disertasi yang disusun oleh Abu Bakar al-Mascati yang berjudul “Ketika Pasai menaklukkan Majapahit” dikatakan bahwa Fatahillah dilahirkan di Pasai pada tahun 1471 M.
Ia lahir dengan nama Maulana Fadhillah. Gelar Maulana diperoleh karena ia masih keturunan Nabi Muhammad, SAW (dari golongan Sayyid atau Syarif atau Habib). Menurut Saleh Danasasmita, sesorang sejarawan Sunda yang menulis sejarah Pajajaran, dalam bab Surawisesa, Fatahillah adalah Putra Mahdar Ibrahim bin Abdul Ghofur bin Zainul Alam Barokat bin Jamaludin Husein Al-Akbar yang lebih dikenal dengan nama gelarnya yakni Shekh Maulana Jumadil Kubro.
“Tulisan sejarawan Saleh Danasasmita ini bersesuaian dengan Kitab Sejarah Melayu “Sulalatus Salatin” karya Tun Sri Lanang, bersesuaian pula dengan catatan para keturunan Shekh Jumadil Kubro, baik yang di Malaysia, Cirebon, Banten dan Palembang yang catatan-catatan tersebut juga telah diakui oleh Rabithah Fatimiyyah/Nakabah Azmatkhan sehingga tidak perlu diragukan lagi keabsahannya,” tulis Rakhmad Zailani Kiki.
Lalu, apa nama asli dari Fatahillah dan bagaimana asal nama Fatahillah itu?
Nama asilnya Fadhillah atau Maulana Fadhillah dari ibu Syarifah Siti Musalimah binti Maulana Ishak dan Ayah Mahdar Ibrahim Patakan bin Abdul Ghofur, Mufti kesultanan Pasai yang terkenal sangat alim dan menguasai ilmu-ilmu agama antara lain, ilmu alat (nahwu, sharaf dan balaghah), fiqih, usul fiqih, tafsir, hadits dan juga tasawuf sehingga Mahdar Ibrahim juga diberi gelar Sayyid Kamil.
Dalam pelajaran sejarah di sekolah selama ini, Raden Fatahillah adalah tokoh yang dikenal telah mengusir Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa dan memberi nama daerah itu Jayakarta yang berarti Kota Kemenangan, dan kini menjadi kota Jakarta. (*)