JAKARTA – Lembaga Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) meminta, pihak berwenang Indonesia tetap memberikan kebebasan berekspresi dan menjamin keamanan anak-anak (Pelajar) dari kekerasan dan intimidasi, berdasarkan hukum nasional dan internasional selama mereka berunjuk rasa.
“Anak-anak dan remaja di Indonesia memiliki hak mengeskpresikan diri dan terlibat dialog dalam masalah yang mempengaruhi mereka,” kata Perwakilan UNICEF Debora Comini melalui pernyataan resminya, Rabu (2/10).
Cominio menuturkan, Konvensi PBB tentang Hak Anak mengakui kebebasan berserikat dan berkumpul secara damai bagi anak-anak. Hal itu, menurutnya, sejalan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak Indonesia yang juga menjamin hak setiap anak di Indonesia untuk berbicara dan pendapatnya didengar, termasuk dalam masalah politik.
Comini juga meminta perhatian kepada pihak berwenang Indonesia untuk menjadikan penahanan dan pemenjaraan sebagai opsi terakhir jika harus menghukum anak-anak yang terlibat pidana.
“Demonstrasi yang terjadi belakangan mengingatkan kita tentang perlunya menciptakan peluang berarti-baik online maupun offline-bagi anak-anak dan remaja untuk mengekspresikan pandangan mereka secara damai dan bebas di Indonesia,” kata Comini.
“Undang-Undang Peradilan Anak Indonesia menetapkan bahwa perampasan kebebasan dan pemenjaraan adalah pilihan terakhir. Penangkapan anak di bawah 18 tahun harus dilakukan maksimal 24 jam,” tuturnya.
Mahasiswa dan pelajar di sejumlah kota terutama Jakarta turun ke jalan sejak 23 September lalu untuk menggelar aksi protes menolak pengesahan sejumlah rancangan undang-undang yang dinilai kontroversial seperti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU KPK.
Ratusan orang yang terlibat demo ditangkap kepolisian, termasuk mahasiswa dan pelajar selama unjuk rasa yang berlangsung rusuh. Dua orang mahasiswa di Kendari bahkan tewas tertembak saat demo.
UNICEF juga mengangkat sejumlah laporan yang menyebutkan ada anak-anak yang ditahan kepolisian selama lebih dari 24 jam.(fin)