JAKARTA- Anak Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Yenny Wahid meminta Presiden Joko Widodo agar menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang KPK hasil revisi. Yenny menilai UU KPK hasil revisi melemahkan lembaga antirasuah KPK.
“Kami berharap bahwa presiden tetap memegang komitmennya untuk memperjuangkan agar pemberantasan korupsi bisa tetap bergigi di Indonesia,” ujar Yenny saat di Kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2019).
Yenny menyarankan Jokowi untuk melibatkan ahli hukum untuk melakukan kajian yang lebih komperhensif terkait UU KPK.
Ia menilai beberapa pasal yang kurang relevan dimasukan ke dalam UU KPK hasil revisi yang sepakati DPR dan pemerintah.
Dia menyebutkan salah satunya keberadaan Dewan Pengawas (Dewas) untuk mengawasi kinerja KPK. Apalagi dalam revisi UU tersebut, KPK harus meminta izin Dewas sebelum melakukan penyadapan, penyitaan, dan sebagainya.
Menurut Yenny, kewenangan tersebut lebih baik tetap diberikan kepada KPK tanpa adanya intervensi dari Dewas. Sebab dengan adanya Dewas, lanjut dia, jalur birokrasi terlalu panjang dan informasi berpotensi bocor sebelum penindakan kasus korupsi.
“Hal-hal seperti itu menurut saya harus kita sikapi bersama kalau kita memang betul-betul bertekad melawan korupsi di Indonesia,” tuturnya.
Penolakan terhadap UU KPK hasil revisi juga disampaikan Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie. Dia pun menilai UU yang telah disahkan DPR dan pemerintah itu melemahkan KPK.
“Kami ambil satu contoh Dewan Pengawas. Dewas ini bukan hanya mengawasi tapi juga eksekusi. Contoh penyadapan dan penyitaan. Sehingga wewenang pimpinan KPK lain dikebiri,” kata Jimly dalam kesempatan yang sama.
Jimly juga mengkritik kinerja DPR dan pemerintah yang membahas revisi UU KPK secara tertutup dan tidak mengundang KPK serta kelompok masyarakat sipil.
“Ketika ada peran tersembunyi dan negatif, maka tidak salah kalau publik mempertanyakan maksud DPR. Kalau kita ingin mempertahankan demokrasi kita. Saya saran kepada presiden dengar suara publik,” tegasnya.
Penolakan juga disampaikan para mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya lewat demo di depan Gedung DPR RI sejak Senin (23/9/2019). Demo juga berlangsung di kota-kota lainnya di Indonesia. (*)